Minggu, 29 November 2009

PERKEMBANGAN ARSITEKTUR PADA RUMAH TRADISIONAL BATAK KARO

DINDING

Dinding dari bangunan siwaluh jabu juga mempunyai fungsi untuk menopang atap, kedua pintu masuk dan delapan buah jendela dipasang pada dinding yang miring di atas lingkaran balok.

Pada dinding bangunan yang miring diikat dengan tali yang terbuat dari ijuk atau rotan dan membentuk jajaran cicak yang mempunyai dua kepala yang saling bertolak belakang, ornamen ini memiliki makna bahwa penghuni rumah ini mempunyai peranan yang sama dan saling menghormati.

Dinding ruang bangunan yang miring ini juga sebagai lambang pertemuan dunia tengah yang dipercaya sebagai tempat tinggal manusia dengan langit yang dipercaya sebagai tempat para Dewa bersemayam.


PINTU dan JENDELA

Pintu rumah Siwaluh Jabu terbuat dari kayu dan posisinya di pasang pada dinding bangunan yang miring, di atas balok bulat yang dipasang mengelilingi bangunan dan berfungsi untuk menahan dinding bangunan. Tinggi pintu dibuat setinggi orang dewasa dengan posisi kedua pintu menghadap ke arah timur dan barat, dan jendela ukurannya lebih kecil. Pintu mempunyai daun pintu ganda, sedangkan jendela mempunyai daun jendela tunggal. Bagian luar dari kusen jendela dan pintu biasanya diukir dalam versi yang rumit dari susunan busur dan anak panah dan mempunyai makna masing - masing. Namun secara umum ornamen – ornamen itu biasanya menggambarkan jati diri, kebersatuan keluarga dan permohonan keselamatan. Ornamen – ornamen pada pintu dan jendela ini biasanya diwarnai dengan warna merah, putih, hitam yang mengambarkan sifat dan watak dari orang batak.


ATAP

Rumah tradisional Batak Karo mempunyai atap yang berbentuk perisai pada bagian bawahnya yang kemudian berubah menjadi pelana pada bagian atasnya. Atap rumah siwaluh jabu terdiri atas dua lapisan dan mempunyai tiga tingkatan yang melambangkan Daliken Sitelu. Lapisan atap yang pertama terbuat dari jerami dengan ketebalan 15 sampai 20 cm, atap kemudian dijalin dengan menggunakan ijuk hitam dan diikatkan pada sebuah kerangka dari anyaman bambu yang menutupi bagian bawah kerangka dari pohon aren atau bambu.

Bagian terendah dari lapisan atap yang pertama, pada bagian pangkalya ditanami tanaman yang menjalar pada semua dinding dan berfungsi sebagai penahan hujan deras, dan ujung dari atap yang menonjol kemudian ditutup dengan menggunakan tikar bambu yang sangat indah.

Ornamen – ornamen yang terdapat pada atap berupa kepala kerbau yang dipasang pada setiap ujung atap, yang diyakini dapat memberikan ketenangan dan kesejahteraan bagi penghuninya. Selain itu ada juga bidang segi tiga yang dihiasi dengn ornamen – ornamen yang terbuat dari anyaman bambu, ornamen – ornamen ini kemudian diwarnai dengan warna merah, putih dan hitam yang merupakan warna – warna tradisional suku Batak Karo. Ornamen yang terdapat pada bagan atap yang berbentuk segi tiga ini, bagi orang Batak Karo disebut sebagai Lambe – lambe. ketiga titik sudutnya melambangkan bersatunya Debata atau bersatunya Daliken sitelu (pengikat antara tiga keluarga yaitu Kalimbuh, Senina, dan Anak Beru/ Sebayak).

Fungsi dari ujung atap yang menonjol ini adalah untuk memungkinkan keluarnya asap dari tungku yang terdapat di dalam rumah.

Selain itu ada juga filosofi – filosofi yang memberi makna pada setiap bagian bangunan yang terdapat pada rumah tradisional batak karo. Salah satu contoh unsur atau bagian rumah tersebud terdapat pada tepi/ pinggiran atap rumah yang sama pada semua sisi. Bentuk dari bagian tepi atap rumah ini memberi makna bahwa keluarga yang tinggal dalam rumah tersebud mempunyai tujuan yang sama, selain itu ada juga Gavel yaitu bagian yang atap yang letaknya paling puncak. Pada bagian ini juga selalu diberi hiasan yang memiliki lambang tertentu dan menggambarkan sifat dari pemilik rumah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar