Selasa, 15 Mei 2012

KONSERVASI STASIUN JAKARTA KOTA

STASIUN JAKARTA KOTA 

Bangunan Pemugaran

Nama Bangunan : Stasiun Jakarta Kota

Tahun Pembangunan : 1926 – 1929

Arsitek : Frans Johan Louwrens Ghijsels

Fungsi Awal : Stasiun Kereta

Fungsi Sekarang : Stasiun Kereta

Langgam : Art Deco Klasifikasi Bangunan : Membentuk kawasan bersejarah

Kondisi Bangunan : Baik

Sejarah Bangunan

Sekilas mengenai sejara stasiun kota - Jakarta, atau yang dulunya lebih dikenal dengan nama Batavia Zuid atau stasiun Beos, awalnya dibangun sekitar tahun 1870, kemudian ditutup pada tahun 1926 untuk renovasi menjadi bangunan yang kini ada. Selama stasiun ini dibangun, kereta api - kereta api menggunakan stasiun Batavia Noord. Sekitar 200 m dari stasiun yang ditutup ini dibangunlah Stasiun Jakarta Kota yang sekarang. 

Pembangunannya dipimpin oleh seorang arsitek Belanda kelahiran Tulungagung 8 September 1882 yaitu Frans Johan Louwrens Ghijsels dan selesai pada 19 Agustus 1929 kemudian diresmikan dan digunakan untuk pertama kalinya pada 8 Oktober 1929 oleh Gubernur Jendral jhr. A.C.D. de Graeff yang berkuasa di Hindia Belanda pada 1926-1931.

Pada masa lalu, karena terkenalnya stasiun ini, nama itu (Beos) dijadikan sebuah acara oleh stasiun televisi swasta. Namun sayangnya hanya sedikit warga Jakarta yang tahu apa arti Beos yang ternyata memiliki banyak versi tersebut. Yang pertama, Beos merupakan kependekan dari Bataviasche Ooster Spoorweg Maatschapij (Maskapai Angkutan Kereta Api Batavia Timur), sebuah perusahaan swasta yang menghubungkan Batavia dengan Kedunggedeh. Versi lain, Beos berasal dari kata Batavia En Omstreken, yang artinya Batavia dan Sekitarnya, dimana berasal dari fungsi stasiun sebagai pusat transportasi kereta api yang menghubungkan Kota Batavia dengan kota lain seperti Bekassie (Bekasi), Buitenzorg (Bogor), Parijs van Java (Bandung), Karavam (Karawang), dan lain-lain.

Karakter bangunan

Stasiun Beos/ Stasiun Kota merupakan karya besar Ghijsels yang dikenal dengan ungkapan Het Indische Bouwen yakni perpaduan antara struktur dan teknik modern barat dipadu dengan bentuk-bentuk tradisional setempat. Dengan balutan art deco yang kental yang keindahannya dapat dilihat dari bentuk atap dan bentuk pilar – pilar pintu utama pada sisi kiri, kanan, dan depan bangunan, rancangan Ghijsels ini terkesan sederhana namun mengandung unsur seni yang tinggi. Sesuai dengan filosofi Yunani Kuno, kesederhanaan adalah jalan terpendek menuju kecantikan. Seiring dengan perkembangan zaman, bangunan Stasiun Kota ini sendiri semakin terusik/ tertutupi dengan kepadatan bangunan di kota Jakarta sebagai dampak dari lajunya pertumbuhan kota yang kurang terkendali. Belum lagi kondisi bangunannya yang kurang terawat dengan baik sehingga hanya terlihat sebagai bangunan tua yang masih layak pakai. Sedangkan jika ditelusuri lebih jauh, bangunan Stasiun Kota ini sendiri sebenarnya sudah ditetapkan dalam peraturan pemerintah DKI Jakarta sebagai bangunan cagar budaya yang umumnya bisa digunakan untuk menarik kunjungan wisata baik dari dalam maupun luar negeri untuk menyimak kembali bagaimana perjalanan perkembangan kota Jakarta sejak zaman colonial hingga sekarang ini.

Stasiun Jakarta Kota Tempo Dulu 

Stasiun Kota (1929). Foto koleksi Tropenmuseum, Amsterdam.

Stasiun Jakarta Kota Sekarang
 
Stasiun Jakarta Kota, Foto koleksi google image


Bentuk Bangunan Stasiun Jakarta Kota 


• Bangunan tunggal bertingkat 2, memiliki pola asimetris baik pada bentuk dasar denah maupun facade bangunan. 

• Menggunakan atap lengkung sebagai cirri khas dari bentu art deco. 



Facade Bangunan Stasiun Jakarta Kota 


 

• Facade mempunyai bentuk yang simetris dan dibangun dengan gaya arsitektur art deco yang terlihat pada pilar – pilar atap pintu utama, pintu utara dan pintu selatan.
• Facade pada pintu utama dibuat lebih megah dari pintu di sisi utara dan selatan karena dipengaruhi oleh fungsinya di masa lampau sebagai bagian dari penyambutan.

Konsep Perencanaan Konservasi

Eksterior :

• Menggunakan karakter kota tua / kota lama sebagai daya tarik untuk memberikan nilai tambah pada bangunan Stasiun Jakarta Kota.
• Mempermudah pencapaian ke dalam kawasan, menata sirkulasi kendaraan, dan pejalan kaki di dalam kawasan, serta menyediakan sarana parkir yang mampu memenuhi kebutuhan aktivitas pengunjung pada kawasan di sekitar bangunan Stasiun Jakarta Kota.
• Menata kembali system peragangan kaki lima yang berada di sekitar bangunan agar terlihat lebih rapi dan bersih.
• Pengadaan kembali kawasan – kawasan hijau di sekitar lokasi seperti taman dan sejenisnya sebagai sarana penunjang dan nilai tambah dari bangunan.
• Pengolahan fasad yang lebih menarik dengan tetap mempertahankan bentuk aslinya, penertiban bagian - bagian fasilitas bangunan yang mencederai fasad bangunan sebagai bagian dari usaha mempertahankan jejak sejarah di kawasan Stasiun Jakarta Kota dan sekitarnya.
• Penataan kebersihan dan keamanan di sekitar bangunan juga sangat dibutuhkan untuk memperlihatkan nilai sejarah dari sisi eksterior bagunan.

Interior : 

• Penertiban kegiatan penjualan di dalam Stasiun sangat dibutuhkan guna menjaga kebersihan dan kenyamanan penggunan stasiun.
• Pengaturan tata tertib di dalam stasiun juga sangat dianjurkan untuk menjaga ketertiban pengguna KRL sekaligus menciptakan pemandangan yang suasan yang nyaman di dalam stasiun.
• Khusus untuk bagian - bagian stasiun yang telah termakan usia atau yang tidak terurus, dianjurkan untuk melakukan perbaikan dan penataan kembali agar tidak menimbulkan pemandangan atau suasana yang mengganggu.
• Pengadaan fasilitas – fasilitas seperti tempat duduk sangat dianjurkan untuk memberikan tempat istirahat sementara bagi para pengguna KRL yang menunggu kedatangan/ keberangkatan KRL.
• Penyediaan fasilitas penyebrangan antar rel/ tempat pemberhentian kereta juga sangat perlu. Selain untuk mengurangi waktu dan jarak tempuh yang jauh karena harus kembali melalui jalur yang melalui dalam stasiun, juga mencegah terjadinya kecelakaan kereta yang disebabkan oleh aksi nekat para pengguna KRL yang menyebrang melalui jalur kereta.

Disusun oleh :
Nama :  Frans Y Pelamonia
NPM :  20308052
Kelas :  4 TB 01
Mata Kuliah : Konservasi

http://www.guadarma.ac.id

Kamis, 10 Mei 2012

ETIKA DAN PROVESI ARSITEKTUR

1.  Kegiatan perancangan, pelaksanaan, pemanfatan serta pembongkaran/ konservasi merupakan sebuah rangkaian kegiatan arsitektur yang harus dilalui untuk memperoleh sebuah tujuan yang jelas dari sebuah bangunan.
a.      Perancangan
Perancangan sendiri merupakan sebuah proses, cara, ataupun desain agar sebuah sistem dapat berjalan sebagai mana yang diinginkan/ suatu kegiatan untuk membuat suatu usulan pokok yang mengubah sesuatu yang sudah ada menjadi lebih baik. Jenis metode yang sering kali dipakai dalam merancang adalah metode problem solving yaitu jenis metode yang memerlukan analisa yang matang untuk mendapatkan sintesa/ bahan masukan yang tepat terhadap disain.

Tahapan yang dilakukan arsitek saat melakukan proses perancangan adalah :

Ø  Permulaan
Proses permulaan meliputi pengalaman dan batasan masalah yang akan dibenahi melalui serangkaian wawancara berupa penggalian lebih dalam akan masalah – masalah yang dihadapi serta pengajuan usul baik dari klien maupun arsitek untuk mengatasi masalah – masalah yang ada.
Ø  Persiapan
Langkah ini meliputi pengumpulan dan analisis informasi mengenai masalah yang akan dibenahi yang secara spesifik meliputi pengumpulan secara sistematis dan analisis informasi tentang suatu proyek tertentu atau yang sering disebut sebagai proses pemrograman. Dari proses pemrograman ini sendiri akan menghasilkan suatu laporan tertulis yang memuat analisa serta persoalan – persoalan penting yang akan dibenahi.
Ø  Pengajuan usul (Sintesa)
Dalam proses ini, arsitek membuat usulan – usulan perancangan yang harus menghimpun berbagai pertimbangan dari konteks social, ekonomi, fisik, program, tempat, klien, teknologi, estetika, dan nilai – nilai perancangan.
Ø  Evaluasi
Proses ini membahas mengenai evaluasi usul – usul alternatif yang diajukan oleh arsitek / perancang. Evaluasi yang dilakukan ini meliputi perbandingan pemecahan – pemecahan masalah terhadap rancangan yang diusulkan dengan tujuan dan kriteria yang dikembangkan dalam tahap pemrograman / persiapan.

Ø  Tindakan
Yang termasuk dalam tahap tindakan dalam proses perancangan adalah kegiatan – kegiatan yang berhubungan dengan mempersiapkan dan melaksanakan suatu proyek, seperti menyiapkan dokumen – dokumen konstrusi berupa gambar – gambar kerja dan spesifikasi – spesifikasi tertulis untuk bangunan dan pemilihan kontraktor.

b.      Pelaksanaan
Pelaksanaan merupakan langkah selanjutnya setelah semua yang dibutuhkan ditahapan perancangan sudah terpenuhi. Pelaksanaan sendiri berarti suatu tindakan nyata yang dilakukan untuk mengusahakan agar seluruh anggota/ kelompok dapat mencapai tujuan dari pekerjaan yang dilakukan. Jenis metode yang sering digunakan dalam pelaksanaan pekerjaan konstruksi sendiri ada beberapa jenis diantaranya metode barchart, CPM (Critical Path Method), PERT (Project Evaluation and Review Technique) dan PDM (Presedence Diagram Method).
Tahap yang dilakukan arsitek saat melakukan proses pelaksanaan :
Ø  Penyiapan Dokumen Pengadaan Pelaksana Konstruksi
Pada tahap ini, arsitek mengolah hasil pembuatan Gambar Kerja ke dalam bentuk format Dokumen Pelelangan yang dilengkapi dengan tulisan Uraian Rencana Kerja dan Syarat-Syarat teknis pelaksanaan pekerjaan-(RKS) serta Rencana Anggaran Biaya (RAB) termasuk Daftar Volume (Bill of Quantity/BQ). Sehingga secara tersendiri maupun keseluruhan dapat mendukung proses:
a. Pemilihan pelaksana konstruksi
b. Penugasan pelaksana konstruksi
c. Pengawasan pelaksanaan konstruksi
d. Perhitungan besaran luas dan volume serta biaya pelaksanaan pembangunan yang jelas.
Ø  Pelelangan
Pada Tahap Pelelangan arsitek membantu pengguna jasa secara menyeluruh atau secara sebagian dalam:
a. Mempersiapkan Dokumen Pelelangan
b. Melakukan prakualifikasi seleksi pelaksana konstruksi
c. Membagikan Dokumen Pelelangan kepada peserta/lelang
d. Memberikan penjelasan teknis dan lingkup pekerjaan
e. Menerima penawaran biaya dari pelaksana konstruksi
f. Melakukan penilaian atas penawaran tersebut
g. Memberikan nasihat dan rekomendasi pemilihan pelaksana konstruksi kepada pengguna jasa
h. Menyusun Perjanjian Kerja Konstruksi antara pengguna jasa dan pelaksana konstruksi
Sasaran tahap ini adalah Untuk memperoleh penawaran biaya dan waktu konstruksi yang wajar dan memenuhi persyaratan teknis pelaksanaan pekerjaan sehingga konstruksi dapat dipertanggung jawabkan dan dilaksanakan dengan baik dan benar.
c.       Pemanfaatan
Pemanfaatan adalah proses/ cara menggunakan sebuah objek sebagaimana mestinya sesuai dengan ketentuan ketentuan yang ada.
Tahapan yang dilakukan arsitek saat melakukan proses pemanfaatan :
Bila pekerjaan telah selesai, maka bangunan diserahkan kepada owner. Penyerahan pekerjaan ini sendiri terbagi atas dua tahapan :
Ø  Penyerahan bangunan kepada owner yang dilakukan pada saat bangunan telah selesai dikerjakan.
Ø  Penyerahan bangunan kepada owner yang dilakukan setelah selesai masa pemeliharaan.
  
d.      Pembongkaran / Konservasi
Konservasi itu sendiri berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya (keep/save what you have).
Tahapan yang dilakukan arsitek dalam kegiatan pelestarian bangunan :

Ø  Stating Cultural Significance, merupakan usaha memahami dan menilai makna kultural dari bangunan beserta nilai tempatnya dengan kriteria penilaian tertentu sebagai contoh nilai keindahan, sejarah dan keilmuan, maupun nilai demonstratif, hubungan asosiasional, kualitas formal dan estetis. Pada tahapan ini ada beberapa sub tahapan yang harus dilakukan diantaranya :
·         Pengumpulan bukti – bukti documenter dan fisik
·         Penusunan analisis data
·         Penilaian terhadap makna kultural
·         Menetapkan makna kultural
Ø  Conservation Policy, merupakan pencarian cara–cara terbaik dalam mempertahankan nilai–nilai tersebut dalam penggunaannya dan pengembangan di masa yang akan datang). Pada tahapan ini juga terdapat beberapa sub tahapan yang harus dilakukan diantaranya :
·   Mengumpulkan informasi bagi pengembangan kebijakan konservasi diantaranya persyaratan klien/ penggunaan yang layak, persyaratan eksternal, persyaratan untuk mempertahankan makna cultural, kondisi fisik.
·         Pengembangan suatu kebijakan konservasi
·         Menetapkan kebijakan konservasi
·         Strategi bagi implementasi kebijakan konservasi

2.      Sikap dan tanggapan arsitek sesuai dengan pedoman kerja etika arsitek :
Ø  Kaidah dasar
Kaidah Dasar sendiri merupakan kaidah pengarahan secara luas sikap ber-etika seorang Arsitek. Dengan menyimak pengertian di atas, maka bentuk sikap dan tanggapan yang wajib ditunjukan arsitek dari segi kaidah dasar yaitu arsitek mempunyai kewajiban untuk berperan serta dalam proses penataan kembali bangunan di dalam lingkungan pekerjaannya dengan tidak hanya mengutamakan materi (keuntungan) semata, tetapi bagaimana usaha arsitek untuk mempertahankan atau mengangkat kembali nilai - nilai kebudayaan dari bangunan dan meningkatkan nilai dari suatu lingkungan itu sendiri, menghidupkan kembali semangat – semangat masyarakat lewat karya – karyanya, hingga penyelesaian pekerjaan dengan baik sehingga dapat memuaskan setiap orang yang menggunakan jasanya itulah bentuk sikap yang dibutuhkan oleh seorang arsitek.
Ø  Standar etika
Standar Etika, merupakan tujuan yang lebih spesifik dan baku yang harus ditaati dan diterapkan oleh anggota dalam bertindak dan berprofesi. Untuk standar etika sendiri, sikap dan tanggapan dari arsitek itu harus bisa mencerminkan kepribadiannya sebagai seorang pribadi yang jujur, berwawasan luas, bersahaja, teladan, bisa bekerja sama, bisa dipercaya, tidak memilih, hingga bagaimana dia berhubungan dengan masyarakat dan lingkungan sekitar.

Ø  Kaidah tata laku

Kaidah Tata Laku, bersifat wajib untuk ditaati, pelanggaran terhadap kaidah tata laku akan dikenakan tindakan, sanksi keorganisasian. Dengan demikian, bentuk sikap dan tanggapan yang diberikan dari arsitek terhadap kondisi yang terjadi di lingkungan sekitarnya haruslah mempunyai ketegasan dalam bertindak dengan tidak melangkah terlalu jauh dari aturan – aturan yang berlaku di dalam organisasi. Hal ketegasan ini sangat dibutuhkan guna tercapainya suatu kenyamanan, kesejahteraan maupun kebaikan yang merata bagi setiap orang, kelompok / lingkungan masyarakat di mana dia berada.

http://www.gunadarma.ac.id